RSS

cerita 2

AIR DAN BATU

Pada suatu hari seorang kakak dan adik sedang bermain bola,”kau melemparkan terlalu jauh, Boy!” keluh Laurent pada kakaknya, Boy “Jangan merengek,  cepat ambil bola itu!” teriak Boy tanpa memperdulikan keluhan adiknya.                                                                                                                                         Dengan desahan nafas panjang yang menandakan kemalasan, Laurent bergerak menuruni jalan setapak berbatu yang mengarah ke sungai Madison. Ia melihat bola volly yang basah itu tergeletak di tepian sungai yang berbatu. Tangan Laurent menjaungkau bola itu, serta sesuatu yang lain ikut terbawa sapuan air yang tenang. Seonggok tubuh manusia terseret ke tepian dan membuat Laurent menjerit . Dia berlari ke dalam rumah dan memberitahu orang tuanya. Orang tuanya segera menghubungi paramedis.                                                                                Tim paramedis  segera mengangkut mayat tersebut. Marco salah seorang petugas paramedisdan menyampaikan berita yang mengejutkan. Marco sangat mengenali mayat tersebut, ”Itu dia…dia adalah Dennis Mouldon. Tidak mudah bagi Marco untuk menyampaikan berita duka ini pada keluarganya .                                     Nadia berjongkok memandangi tepian sungai yang berbatu. Dia memperhatikan semua detil batu, mencari-cari bukti dengan pensil kuningnya. Ia menemukan sepercik noda merah di atas sebuah batu kecil, dan dia masukkan ke dalam kantongnya  sebagai tanda bukti. Setelah puluhan menit menyelidiki bukti-bukti tersebut. Nadia berdiri dan mengalihkan pandangannya sungai dia melihat terdapat hutan di sebrang sungai. Ia berfikir sejenak, beberapa detik kemudian Nadia menyusuri jalan berbatu itu ke dalam hutan.

 Dalam dua menit ia menemukan jalan setapak yang dikenalnya , jalan setapak itu ada tiga cabang. Ia berjalan sangat jauh, dia melihat sebuah bangunan tua, perlahan ia melangkah sehingga menimbulkan bunyi gesekan kayu yang lembut pada setiap langkahnya. Tangan kanannya menyetel kunci pistol dalam keadaan aman. Lalu mengetuk pintu bangunan tua tersebut, meskipun dia tau kalau tidak ada seorang pun yang tinggal di bangunan tua itu.                                         Sudah dua ketukan, tapi tidak ada jawaban. Nadia memutuskan untuk memutari bangunan itu,di situ terdapat jalan setapak pendek menuju ke arah gudang  perlengkapan, ke sanalah Nadia menuju. Dengan membaca Bismillah, ia memutar kunci pintu hingga terbuka. Karena khawatir pitu itu tertutup kembali ia mengambil sebongkah batu untuk menahannya. Berbagai perlengkapan ada di sana terdapat sebuah kotak peralatan, kemudian Nadia membuka kotak tersebut dengan sarung tangan berwarna putih.                                                                                         Di dalam kotak tersebut terdapat linggis, tuas, sekotak paku, palu, pistol laser untuk keperluan darurat, semua peralatan umum untuk berkemah. Tiba-tiba Nadia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ada di situ, sebuah borgol berkarat. Nadia mengangkat borgol itu dengan pensil penelitinya, kemudian dia masukkan ke dalam kantong. Itulah bukti terakhir hari ini.                                                                         Di kediaman Dennis,Nadia menekan tombol bel berwarna merah yang terpasang di tembok batu kali di sebelah kiri pintu masuk. Setelah pintu terbuka ayah Dennis langsung mengusir Nadia dan ia membanting pintu ke depan hidung Nadia. Nadia kemudian melangkah mundur menuju kendaraan mereka. Memang menyedihkan sejak peristiwa 11 September.                                                                                           Setelah menemukan banyak bukti-bukti, sebenarnya Dennis meninggal karena pertama dia di sekap di bangunan tua yang pernah di kunjungi oleh Nadia dan akhirnya di bunuh dan mereka hanyutkan di sungai dan akhirnya juga mayat itu di temukan oleh paramedis.                                                                                                       Kasus ini membuat ayah Dennis sadar dan akhirnya orang tua itu mau meminta maaf atas kesalahannya pada Nadia pada saat itu. Dan istrinya yang berderai air mata meminta maaf pada Nadia sambil memeluknya.

 Nadia tersenyum menanggapi permintaan maaf mereka. Ia teringat ayahnya dan adiknya yang berada di rumah menunggunya pulang. Bagai air sungai yang mengikis batu, ia telah mengubah benci menjadi haru, dan bagai air mengikir batu, lembaran lama berganti baru, dan sedihnya Nadia kini menjadi rindu.

 

Tinggalkan komentar